Jumat, 10 Januari 2020

Apapun yang Terjadi

Tahun ini, tidak terasa aku sudah dua tahun duduk manis di bangku SMA Negeri, parahnya aku di jurusan IPA. Ibuku yang menyuruh melakukan ini. Ketahuilah, aku sangat ingin pindah setidaknya dari jurusan ini. Dua matematika, wajib dan peminatan. Apa yang aku lakukan selama delapan jam di sekolah hanya membuang waktu. Lebih baik aku modifikasi sepeda motorku seperti yang aku suka.
"Ardham..?"
"Saya hadir, Bu!"

Melakukan ini lima hari dalam seminggu, tidak ada gunanya. Kecuali hari Rabu, di mana ekstrakulikuler multimedia diadakan setelah pulang sekolah, aku bisa membuat stiker untuk sepedaku. Bangun pagi, sarapan, berangkat sekolah, duduk di dalam kelas dan mendengarkan teori. Aku sangat bosan, melakukannya sejak usiaku tujuh tahun. Namun ibuku sangat bangga. Jika ibuku adalah teman, aku akan bilang, "Tahun berapa ini!?"
Ibuku bilang, "Kamu harus masuk SMA, kalau kamu masuk SMK gak bisa kuliah jadi dokter!"
Dalam hatiku bilang, "Siapa yang mau jadi dokter!?" Sudahlah, itu hanya masa lalu. Aku harus hadapi hidupku yang sekarang.

Hari ini adalah Senin. Delapan jam ku tersita untuk mendengar teori yang tidak menarik. Nilaiku juga nge-press KKM atau lebih tinggi sedikit. Aku heran, sampai sekarang pendidikan tidak berubah. Ku ingat saat pengenalan sekolah, guru mengatakan kalau melakukan hal yang tak disukai adalah sia-sia.
"Tugas praktek untuk dua minggu ke depan, buatlah kelompok yang isinya lima sampai enam orang untuk membuat tape singkong. Jangan lupa difoto prosesnya dan dibuat makalah!" perintah guru biologi.

Pelajaran pertama, mata pelajaran biologi berakhir dengan tugas masak-masakan. Ku lihat sekitar, aku melihat reaksi wajah yang berbeda-beda. Beberapa orang begitu semangat, ada juga yang diam pasrah, bahkan ada yang mengumpat dan tidak mau mengerjakannya. Mungkin aku salah satu dari murid yang pasrah.
"Kamu kelompoknya siapa?" tanyaku kepada temanku. Dia Randy.
"Belum ada, aku males," jawabnya.
Aku mengajaknya bergabung bersamaku dan teman sebangkuku, "Sama aku dan Andro, yuk!"
"Yaudah, aku sama kamu. Tapi aku males buatnya, enak ngedit video di rumah daripada ngerjain gini. Aku screenshot dari youtube saja. Kamu beli sama anak-anak lain tape yang udah jadi. Gurunya dah tua juga, jadi gak bakal tahu kalau ini ambil dari youtube."
Kemudian, 'Pendongeng' datang. Dia meminta untuk bergabung dengan kelompok kami. Mungkin murid lain akan datang untuk ikut dalam kelompok yang serba instan ini.
Dia menyahut, "Aku dengar kalian omong-omongan tadi, kalian pake cara cepat. Mending aku selesaikan lomba cerpenku agar gak pas deadline mengirimnya."

Aku rasa, murid yang punya semangat membuat tape singkong ini semuanya wanita. Tentunya bergabung jadi satu, hanya satu kelompok dengan lima orang. Beberapa siswa melihat ke arahku, lalu berbisik-bisik. Aku yakin mereka akan masuk ke kelompokku. Kalau kehabisan slot ya sudah, itu urusan mereka. Wajah-wajah murid yang benci, sepertinya mereka tidak mencari kelompok. Mungkin mereka akan melakukan cara yang sama dengan kami, atau tidak mengerjakan, atau nanti akan mengulur waktu sampai diberi tugas yang lebih mudah.
"Kalau bisa aku ingin lahir di zaman Yunani Kuno dan jadi warga Yunani," keluhku.
Randy menjawabku, "Kenapa memangnya?"
"Kalau suka musik ya belajar musik, kalau suka menggambar ya belajar menggambar. Kan sekolah tujuannya untuk mengasah bakat."
"Apakah mengedit video membutuhkan singkong dan ragi? Konyol sekali ya, Dham?" ujarnya.

Randy bukan anak yang pasrah, ternyata dia anak yang benci. Aku yakin dia masuk IPA karena diperintah orang tuanya. Anak seperti ini kalau tidak diperbolehkan masuk SMK, pasti dia ingin IPS. Akhirnya kelompokku berisi enam orang, di mana ada dua orang lagi yang ingin ikut tapi terlambat daftar.

Pelajaran selanjutnya adalah matematika peminatan. Guru datang dan mengajar seperti biasanya, lalu memberi tugas mengerjakan LKS. Andro terlihat santai dengan kepala di atas meja. Aku bertanya padanya, "Sudah selesai, Ndro?" Dia hanya diam saja, ku rasa dia tidur. Sebagai teman sebangkunya, aku membangunkan Andro sebelum dia ter-cyduk oleh guru.
"Eh, Dham. Apaan?"
"Sudah selesai tugasnya? Nanti dikumpulkan, lho!"
Dia menjawab, "Kan ini matematika peminatan, kalau tidak minat ya ngapain dikerjakan?"

Dengan mudahnya dia mengatakan itu. Baiklah, aku tadi berniat mengerjakannya. Saat ku lihat soalnya, aku jadi malas mengerjakan karena aku tidak minat. Ucapannya sangat berpengaruh padaku secepat ini.
"Aku minatnya sejarah, tapi nilai UH-ku jelek kalau tidak menyontek. Sia-sia aku belajar. Kalau jawabanku tidak sesuai dengan buku, ternyata nilainya dikurangin!" jelasnya.
Orang tua yang terobsesi dengan jurusan IPA lagi atau gurunya tidak bisa mengajar, aku tidak mau tahu. Otakku mulai panas, aku ingin segera pulang dan melanjutkan modifikasi sepedaku.

Tentang tape singkong, kami mengulur waktu. Seminggu sebelum deadline, kami mulai mengerjakan. Pulang sekolah, aku dan Pendongeng ke rumah Randy. Membantunya untuk membuat makalah tentang pembuatan tape singkong. Andro dan yang lain membeli tape singkong bagaimanapun caranya.
Aku ditelepon oleh Andro, "Aku pesan online, katanya datang tubin. Siap uang, ya! Urunan tiga ribu, harganya dua puluh tapi didiskon jadi delapan belas."
"Oke, Ndro!" jawabku.

Kami mengerjakan tugas ini penuh dengan kecurangan. Makalah copy-paste internet, foto hasil screenshot, tape singkong beli di toko online. Saat kami mengumpulkan tidak heran hasilnya, aku tidak bangga dengan hasil seperti itu. Menurutku, ini hanya tugas pembuang waktu.
"Ini enak, nilai kelompok kalian paling bagus!" puji guru.
Para wanita yang mengerjakan sungguh-sungguh, mereka tidak terima. Sontak mereka protes, "Ya iya, kan mereka beli! Foto hasil screenshot juga, kalau tidak percaya, saya bisa perlihatkan videonya!"
Salah seorang siswi menunjukkan video yang Randy ambil di ponselnya. Guru terlihat marah, dia tidak menerima tugas kami.
"Nilai kalian otomatis C untuk semester ini. mentang-mentang kelas dua sudah begini!"

Aku begitu marah mendengar keputusan itu. Aku harus bisa menahan ini, namun darahku sudah naik. Aku harus mengatur kata-kata yang keluar dari mulutku ini agar tidak melewati batas.
"Hahah! Lima hari per minggu, aku buang delapan jam waktuku."
Guru itu pun membalas, "Kalau kamu saya laporkan karena berbicara seperti ini, kamu bisa tidak naik lho!" ancam guruku.
"Saya suka modifikasi kendaraan, memangnya saya butuh ragi? Saya rasa tidak. Maaf ya, Bu saya berkata seperti ini."
"Ini sudah keterlaluan, kamu saya laporkan ke wali kelasmu!" ancamnya.
"Kalau masalah saya ngecheat seperti ini, saya sudah sering, Bu. Jadi jujur itu tidak enak!"

Aku dan guru biologi itu berdebat. Karena kejadian ini, aku dipanggil oleh guru bimbingan konseling. Aku berpikir, sejak kapan aku menjadi seperti ini. Ku rasa sejak aku menemukan sesuatu yang menarik, yaitu modifikasi kendaraan. Memberi stiker dan mengganti model ban, aku suka melakukan itu. Mesin yang rusak, aku memperbaikinya.

Seekor ikan yang dipaksa menaiki pohon, aku rasa itulah aku. Memang SMK tidak menjamin aku mendapat pekerjaan. Seharusnya aku diam saja, mengikuti apa yang terjadi. Hobi dan minat hanyalah omong kosong. Tidak peduli apa yang mereka lakukan terhadapku, suatu saat aku akan mati dan semua yang ku lakukan di dunia ini sia-sia.

Keesokan harinya, aku tidak masuk tanpa alasan. Aku malas mengikuti pelajaran di sekolah. Kelompokku dalam pembuatan tape tidak marah denganku, menurut mereka itu bukan salahku. Namun aku merasa bersalah, mungkin karena aku tidak bisa menahan amarahku. Ibuku marah kepadaku, dia tidak berbicara padaku dan berusaha menjual sepeda motorku. Karena sudah dimodifikasi, mereka yang ditawari tidak mau beli dengan alasan takut rusak. Sepeda motorku selamat.
"Mau jadi tukang bengkel, ya kamu!? Terus kalau sudah punya istri, kamu kasih makan apa?" bentak ibuku.
Tentunya aku tidak bisa menjawab, tepatnya aku tidak berani menjawab. Aku harap, nanti tidak ada anak lain yang sepertiku. Maksudku, tidak ada anak lain yang menjalani hidup dengan hal yang tidak diminatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar