Sabtu, 11 Januari 2020

Aku Masih Manusia - Chapter 2

Nakroth – The Excecutioner’s Blade

(Arena of Valor fanfiction)


Semuanya terlihat kemerahan dari atas tebing ini, ku kira aku harus menghancurkan batu besar dengan senjataku untuk mendapatkan rubinya nanti. Tak satupun ada bongkahan batu besar di sana, hanya tampak bebatuan kecil hingga sedang yang ada di tepi sungai. Lalu di manakah aku akan mendapatkan rubinya? Haruskah aku mencari di dasar sungai? Apakah aku menyuruh Zephys saja yang lebih teliti agar batu rubinya cepat ditemukan? Aku benar-benar merasa konyol menjalankan misi ini karena melakukannya secara sembunyi-sembunyi hanya untuk beberapa bongkahan batu. Sekarang aku masih melihat sekitar sungai dari balik pepohonan. Karena matahari baru saja terbit, hanya ada beberapa orang di sana, padahal tempat ini lebih dekat dengan Pecci. Kebanyakan penduduknya pemalas, bisa jadi ini tempat yang berbahaya.


“Nakroth, tunggu apa lagi? Ayo segera kita cari rubinya!” ajak Zephys.
“Kau gila?” sahutku, “Jika penduduk takut melihat kita yang seperti ini lalu melapor pada pemerintah, maka akan terjadi perang yang sangat tidak perlu.”
“Kalau begitu kita sembunyikan saja identitas kita,”
“Zephys, cari tempat untuk menyembuyikan senjata dan baju zirah kita lalu bertingkah seperti manusia biasa yang sedang mencari sesuatu,”
“Meh, letakkan saja di balik semak atau di atas pohon. Lihat, di barat sana ada semak belukar!”
“Hm..?” gumamku.

Aku dan Zephys melucuti diri dari peralatan perang. Diriku terlihat seperti manusia biasa, tapi tidak dengan Zephys. Matanya masih menyala, dia tampak seperti orang tempramen yang ingin menghajar orang. Tak bisa ku salahkan, mungkin matanya akan terus bersinar. Tidak perlu menunda lagi, aku dan Zephys langsung turun dari tebing dan melaksanakan misi ini secepat mungkin.



Menyentuh permukaan air kemerahan dari sungai ini terasa segar. Berjalan lurus, menenggelamkan seluruh tubuhku ke dalam sungai. Dasar Sungai Merah bersinar begitu indah, batu mulia memantulkan cahaya dari matahari. Ku lihat jelas, ikan-ikan berenang menemaniku. Di dasar sungai, ku ambil beberapa batu berwarna merah lalu kembali ke permukaan. Apa yang dia pikirkan? Zephys dengan santainya mencari batu di tepi sungai.

“Memangnya kau akan menemukan rubi di situ?” celetukku.
“Aku tidak ingin membuang waktu untuk hal yang membosankan ini, hanya untuk batu saja mengapa aku harus mencari ke dasar sungai?”
Seraya ku berenang ke tepian, “Veera dan Marja tidak menginginkan satu rubi saja.”
“Lalu kau ingin membawakan berapa untuk mereka?” tanya dia.
“Membawa lima saja mungkin sudah cukup.”

Aku dan Zephys masing-masing mendapat sepuluh batu berwarna merah. Setelah beberapa saat memeriksa bebatuan yang kita dapat, ternyata hanya dua yang termasuk batu rubi. Diriku sadar sekali kalau misi ini begitu membosankan dan kurang menantang. Kembali menyelam ke dasar sungai, terus melakukan hal sama. Tapi ku akui kalau menyelam itu menyenangkan karena airnya yang segar.

Tidak terasa sudah tengah hari, tak di sangka kita mendapatkan enam bongkahan batu rubi. Mengeringkan diriku sejenak sembari melihat awan melintas. Ada yang berbentuk seperti bunga mawar, membuatku ingin pergi ke Rosenberg dan membeli kue itu.

“Aku akan menyempatkan diri ke Rosenberg setelah misi ini selesai,”
Zephys terkejut, “Hm, kau mau ke Rosenberg?”
“Ya, meskipun aku pernah mengalami hal buruk setelah dari sana, tapi tidak dengan rasa kuenya yang tetap menyenangkanku,” jelasku.
“Hahaha! Manis sekali. Terlihat seram dari luar, ternyata kau lembut di dalam,” ejeknya.
“Sudahlah, jangan banyak bicara dan ayo kita lanjutkan misi ini!”
“Ayolah, nanti aku akan mengantarkanmu kepada Mina untuk menemani dia merawat bocah nakal yang suka mengganggu Mganga.”
“Aku bersumpah akan mengalahkanmu setelah misi ini selesai!” umpatku.

Tak ingin membuang waktu, tak ingin mendengar dia mengocah terlalu banyak, hanya sebentar saja ku bersantai. Kita segera mengenakan pakaian dan melanjutkan perjalanan menuju Hutan Dagon, melewati Hutan Verno. Bunglon itu tidak terlihat, sebelum pergi ke sana apa aku perlu pergi ke Pecci untuk membeli beberapa barang dari sana agar saat menampakkan diri, lalu aku bisa menyuapnya. Tidak perlu aku susah payah melawan hewan itu agar tidak melaporkan kemunculanku dan Zephys di tanah milik Afata.

“Zephys, tunggu!” panggilku.
“Ada apa, apa kau ingin pergi ke Pecci dulu untuk membeli sesuatu?”
Aku terkejut, “Huh? Kau memiliki kemampuan baru atau bagaimana?”
“Memangnya kenapa?” tanya dia.
“Kau benar, aku ada rencana sebelum memasuki Hutan Verno. Bagaimana kalau kita membeli beberapa serangga yang sekiranya terlihat enak di mata si bunglon agar dia membiarkan kita pergi.”
“Dengan apa kau akan membelinya? Kita tidak membawa uang.”
“Tentu saja dengan satu bongkah rubi ini. Untuk orang biasa, mendapatkan rubi itu sulit bagi mereka!” imbuhku.
“Kita saja mencari itu sejak matahari terbit dan hanya mendapat enam biji saja,”
“Manusia biasa mungkin tak akan menemukan satupun dari rubi itu.”
Zephys meledekku, “Lalu apakah kau itu manusia luar biasa, huh?” sembari memegang pundakku.
Sontak aku menepis tangannya, “Bagaimana.. kalau kita.. berjalan.. SEKARANG!!!” bentakku.
“Ahahaha! Diriku akan lebih sering bercanda saat ini, Nakroth, tapi saat bertarung denganmu nanti aku akan sangat serius.”

Kita memutuskan pergi ke Pecci terlebih dahulu. Menyelinap melalui Dataran Moonlit dan lagi-lagi melakukan penyamaran. Meletakkan senjata, cukup melepas helm dan sabukku mungkin tidak akan membuat orang panik, lalu tinggalkan Zephys sendirian menjaga atributku.

“Kau diam di sini!” tegasku.
Zephys mengeluh, “Hey, mengapa kau tidak mengajakku!?”
“Berisik!”

Tentunya aku tak akan berlama-lama di Pecci. Yang ku lakukan pertama, mencari toko yang menyediakan jasa jual-beli batu mulia. Menyusuri pasar, akhirnya ku temukan toko itu. Segera ku tukar sebongah rubi ini dan ku dapatkan kantung sedang berisikan banyak koin. Lebih sulit membawa kantung ini daripada sebongkah rubi tadi. Namun, lebih mudah untuk membelanjakannya. Toko buah, terpapar jelas ada banyak apel segar yang sepertinya baru dipetik pagi ini, “Terima kasih telah membeli!”

Kembali ke tujuan utama membeli serangga, cukup dalam aku menelusuri pasar ini dan akhirnya aku menemukan toko hewan peliharaan. Kucing, anjing, reptil, serangga, serta ikan. Cukup satu atau dua serangga unik yang ku beli, penjual memasukkannya dalam kotak kaca. Harganya cukup mahal karena aku memberikan tiga koin emas dan dua koin perak, tetapi masih mendapatkan satu perunggu sebagai kembaliannya. Segera ku kembali kepada Zephys dan melanjutkan perjalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar